- Sultan Ageng Tirtayasa merupakan pahlawan nasional Indonesia yang pernah menjadi penguasa Kerajaan Banten periode 1651-1682. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan dan kerap melawan kekuasaan VOC yang ingin melakukan monopoli di bidang perdagangan. Namun, perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa harus terhenti karena pengkhianatan putranya sendiri yang bernama Sultan ini sejarah perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa. Baca juga Konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa Gelar Sultan Ageng Tirtayasa saat naik takhta pada 1651 adalah Sultan Abdulfath. Di bawah pimpinannya, Kerajaan Banten mencapai puncaknya dalam bidang politik, ekonomi, perdagangan, keagamaan, dan kebudayaan. Dalam bidang politik, Kerajaan Banten terus-menerus melawan kolonialisme VOC, baik di darat ataupun melalui laut. Sejak sebelum Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa, Belanda selalu berusaha menghalang-halangi perkembangan perdagangan Banten yang dikhawatirkan merugikan perdagangan VOC di Batavia Jakarta. Berbeda dari penguasa Banten sebelum-sebelumnya, Sultan Ageng Tirtayasa sangat membenci VOC dan tidak mau tinggal diam menyaksikan kelicikan bangsa penjajah. Baca juga Alasan Sultan Ageng Tirtayasa Melakukan Perlawanan terhadap VOC Salah satu bentuk perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa adalah melakukan penyerangan dengan sistem gerilya terhadap Batavia lewat darat, dan serangan-serangan kecil melalui laut. Pada 1656, dua kapal VOC berhasil rampas oleh pihak Banten dan dilakukan pula perusakan terhadap perkebunan-perkebunan tebu Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa juga menolak menerima utusan Belanda. Kondisi itu membuat Belanda gerah dan memblokade pelabuhan Banten untuk merugikan perdagangan kerajaan. Salah satu pertempuran melawan VOC yang terkenal pada masa Sultan Ageng Tirtayasa adalah peperangan di daerah Angke-Tangerang 1658-1659. Peperangan itu diakhiri dengan perjanjian 12 pasal yang disepakati pada 10 Juli 1659. Salah satu isi perjanjian tersebut menyatakan bahwa Banten tidak lagi bisa mengadakan perdagangan dengan Maluku. Akan tetapi, Belanda bersedia membayar kerugian-kerugian yang diderita juga Sultan Ageng Tirtayasa Asal-usul, Peran, dan Perjuangan Setelah perjanjian ini, sultan memperkuat pertahanannya dengan membangun keraton di Tirtayasa, membuat jalan dari Pontang ke Tirtayasa, dan membuka persawahan di sepanjang jalan tersebut serta mengembangkan permukiman di Tangerang. Selain itu, salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa di bidang perdagangan internasional adalah memperkuat hubungan dengan pedagang asing. Misalnya para pedagang dari Iran, India, Arab, Inggris, Perancis, Denmark, Jepang, Filipina, China, dan sebagainya. Kemajuan perdagangan Kerajaan Banten pun dicatat dalam harian Belanda Daghregisters, yang menganggap situasi itu sebagai ancaman bagi kedudukan VOC di Batavia. Ketegangan antara Kerajaan Banten dan VOC terus berlangsung selama beberapa tahun berikutnya. Banten berhasil mendesak kedudukan Belanda di Cirebon, Citarum, bahkan Batavia. Saat itu, keadaan perdagangan VOC dapat dibilang menderita, karena Belanda juga sibuk menghadapi perlawanan Trunojoyo di Jawa bagian timur. Baca juga Akibat Campur Tangan Belanda dalam Kerajaan Banten Keadaan mulai berubah pada 1680, ketika pemberontakan Trunojoyo berakhir, sehingga Belanda bisa memusatkan kembali perhatiannya ke Jawa bagian barat, tepatnya ke Banten. Pada 10 November 1681, Sultan Ageng Tirtayasa mengirim utusan diplomatik ke Inggris di bawah pimpinan Tumenggung Naya Wipraya dan Jaya Sedana. Selain itu, demi kepentingan politik kerajaan, Sultan juga menjalin hubungan persahabatan dengan para penguasa daerah, seperti Cirebon, Lampung, Gowa, Ternate, dan Aceh. Strategi-strategi Sultan Ageng Tirtayasa yang dianggap sebagai perlawanan keras itu memicu VOC melakukan politik adu domba. VOC mendekati Sultan Haji, putra Sultan Ageng Tirtayasa, yang saat itu hubungannya tengah merenggang. Siasat VOC pun berhasil, hingga Sultan Haji mau bekerja sama dengan Belanda demi meruntuhkan kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara sehingga harus menyerahkan kekuasaannya politik kerajaan kepada Sultan Haji. Berakhirnya perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda berkibarnya kekuasaan VOC di Banten. Referensi Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia III Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta Balai Pustaka. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Sedangkanurusan luar negeri dipegang oleh Sultan Ageng Tirtayasa dibantu oleh putera lainnya, Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan ini tercium oleh wakil Belanda di Banten, W. Caeff yang kemudian dengan siasat devide et impera, mendekati dan menghasut Sultan Haji. Disaat yang bersamaan, Sultan Ageng Tirtayasa pun menginginkan Banten menjadi Kerajaan Islam terbesar di Indonesia. Beliau menaruh perhatian yang sangat besar dalam bidang agama. Salah satunya ialah dengan mengangkat Syekh Yusuf, seorang ulama Makassar, menjadi mufti kerajaan yang bertugas menyelesaikan permasalahan agama dan penjadi penasihatSultanAgeng Tirtayasa (Banten, 1631 - 1683) adalah putra Sultan Abdul Ma'ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati.
xJVVHq.